Aptisi Bersama DPRD Sepakat Tolak RUU SIKDIKNAS

Wakil Ketua DPRD Sulbar Abdul Rahim bersama perwakilan APTISI Sulbar

MAMUJU, Sulbarpost.com – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) wilayah Sulbar bersama DPRD Provinsi Sulbar sepakat menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi Undang-undang.

Itu setelah beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Al Asy’ariah Mandar, Universitas Tomakaka Mamuju, Universitas Muhammadiyah Mamuju, STIMIK Hasan Sulur Wonomulyo yang tergabung dalam Aptisi Sulbar melakukan hearing di DPRD yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Sulbar Abdul Rahim serta Ketua dan anggota Komisi IV di ruang paripurna DPRD Sulbar, Selasa 27 September.

Aptisi Sulbar menilai pembahasan terkait RUU SIKDIKNAS sangat mereshkan perguruan tinggi swasta yang ada khususnya di Sulbar. Sehingga Aptisi meminta agar pemerintah membatalakn Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Bubarkan LAM PT Berbayar, Bubarkan Komite Uji Kompetensi termasuk meminta agar Jalur mandiri PTN diberhentikan juga meminta agar memprioritaskan kuota KIP untuk PTS.

Itu disampikan Juru bicara Aptisi Sulbar, Solihin Azis, menurutnya perjuangan Aptisi Sulbar sejalan dengan apa yang diperjuangkan Aptisi di pusat, meski subtansi penolakan sama, namun penolakan Aptisi Sulbar merupakan hasil kajian terhadap kondisi lokal yang ada.

“Apa yang krusial sehingga kami menolak adalah karena ada ketimpangan khusunya pada rancangan Undang-undang Sisdiknas. Membuat PTS yang ada cenderung sakit hati,” kata Solihin Azis yang juga merupakan unsur pimpinan Unasman.

Ia mengatakan, hal yang paling krusial ada di pasal 105 dan 145 yang memposisikan guru dan dosen swasta masuk dalam undang-undang ketenagakerjaan.

“Sementara dosen di Perguruan tinggi negeri masuk di undang-undang ASN, padahal posisinya sama dengan profesi dosen di perguruan swasta, termasuk soal pemberian tunjangan profesi dan kehormatan juga akan dihapus dalam draf UUD” ujarnya.

Menurutnya, penghapusan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kemudian digabung dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional, sesuatu yang memprihatinkan karena tidak ada lagi penghargaan kepada guru dan dosen sebagai sebuah profesi.

Padahal profesi lainnya diakui dalam sebuah undang-undang (UU) seperti UU 18/2003 tentang Advokat, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 38/2014 tentang Keperawatan, UU 11/2014 tentang Keinsinyuran serta berbagai profesi lainnya.

Penghapusan guru sebagai sebuah profesi, menihilkan pengabdian serta kerja keras
guru yang selama ini dengan tulus ikhlas bertugas diseluruh pelosok negeri untuk mencerdaskan anak- anak bangsa.

Bagi kami UU Guru dan Dosen adalah Lex Specialis Derogat Legi Generali bagi profesi
guru.

Ia mencurigai, tindakan yang dilakukan Mentri Pendidikan adalah tindakan liberalisasi pendidikan.

“Saya curiga, memang ini liberalisasi pendidikan yang bisa di kapitalisasi,”ungkapnya saat hearing.

Rektor Universitas Tomakaka Mamuju Sahril juga mengaku, jika rancangan undang-undang ini disahkan juga nanti akan berdampak pada pembayaran mahasiswa yang akan semakin membebani orang tua mahasiswa nanti.

“Kita khawatir dengan adanya rancangan undang-undang ini jika disahkan akan mematikan PTS,”ujarnya.

Tidak hanya itu, menurut Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Unasman Abdul Latif bahwa draf yang disusun RUU itu juga tidak memuat terkait mata kuliah wajib tentang pendidikan Kewarganegaraan.

Mata kuliah wajib hanya ada tiga yaitu, Pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan bahasa Indonesia.

“Nah sebetulnya Pancasila dan kewarganegaraan berbeda Pancasila lebih kepada transfer ideologi, kalau kewarganegaraan lebih kepada soal cinta tanah air bela negara, demokrasi, hak-hak warga negara. Disitulah mahasiswa mendapatkan pengetahuan ini. Dan itu kami sangat sayangkan,”terangnya.

Sementara wakil Ketua DPRD Abdul Rahim bersama Ketua Komisi IV Marigun Rasyid dan anggota mengatakan mendukung penuh apa yang menjadi tuntutan Aptisi Sulbar.

“Setelah mendengar semua tuntutan Aptisi Sulbar DPRD menolak tegas,” kata Rahim.

Ia pun mengingatkan pemerintah agar tidak bermain-main dalam proses pendidikan, ia tidak menginginkan jika ada kepentingan tertentu yang bisa saja merusak pendidikan.

“Mengenai usul pembubaran lembaga akreditasi LAM, kami mengingatkan Pemerintah pusat mempertimbangakna kembali mengingat kemampuan anggaran,” jelasnya

Ketua Komisi IV Marigun Rasyid mengaku sangat mendukung apa yang menjadi tuntutan Aptisi Sulbar.

“Intinya kita terima tuntunanya dan kita perjuangakan bersama,” jelasnya.

Senada dengan itu Wakil Ketua Komisi IV Hatta Kainang mengatakan upaya yang dilakukan Mentri Pendidikan harus dibendung sebab aturan yang ada akan mempripatisasi PTS yang ada.

“Ini kita harus bendung, karena ini bagian dari mempripatisasi PT dan akan mematikan PTS, itu kalau diatur lebih detail akan mematikan PTS,” ungkapnya.

Usai rapat itu, wakil ketua DPRD Abdul Rahim diskasikam Aptisi Sulbar menandatangani kesepakatan penolakan terhadap RUU SIKDIKNAS.

Hasil RDP itu pun nantinya akan disampikan DPRD kepada pemerintah pusat, untuk ditindaklanjuti.(ask/).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *