DPRD Bersama Warga Tambi Sepakat  Tolak Pembangunan Arteri Jika Lalui Pemukiman Warga

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulbar Hatta Kainang bersama perwakilan warga melakukan penandatanganan terkait penolakan pembangunan jalan arteri, di Ruang Paripurna DPRD Sulbar Rabu 26 Oktober 2022.
MAMUJU, Sulbarpost.com – Penolakan pembangunan Arteri Ring Road (MARR) sepanjang 1,8 km terus bergulir. Itu setelah ratusan warga Tambi dan Kampung Baru kecamatan Mamunyu melakukan aksi sekaligus hearing bersama DPRD Provinsi Sulbar.
Rencana pembangunan Jalan Arteri II Ring Road sepanjang 1,8 km rencananya dimulai tahun ini dan ditarget selesai 2024. Menelan anggaran Rp 163 Miliar bersumber dari dana APBN.
Kesempatan itu Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulbar Hatta Kainang menerima ratusan massa untuk berdialog terkait penolakan pembangunan jalan arteri yang masuk ke pemukiman warga setempat, di ruang paripurna DPRD Sulbar, Rabu 26 Oktober.
Hatta menjelaskan, banyak kejanggalan yang ia temukan, termasuk soal kajian AMDAL yang tidak mengacu pada rencana awal.
“Saya tidak setuju model arteri belok kanan padahal rencana awal dokumen AMDAL sejak 2016 itu dipinggir laut semua, sampai di Belang-belang kalau ada pembelokan berarti ada perubahan AMDAL. Ini sudah menyalahi,” kata Hatta saat berdialog bersama warga.
Ia menilai, rencana pembangunan tersebut merupakan program baru karena bukan lagi Pembangunan Arteri lanjutan.
DPRD tegas menolak jalur pembangunan yang mengarah ke pemukiman warga, kita mendorong agar tetap berada dijalur pinggir laut sesuai rencana awal,” ujarnya.
Dari pertemuan itu, Hatta mewakili anggota DPRD provinsi melakukan penandatangan integritas terkait penolakan warga bersama DPRD. Pihaknya pun menyepakati lima poin yang akan di teruskan dalam bentuk surat kepada Pj Gubernur dan Bupati Mamuju.
“Kesimpulannya itu, pertama Tidak menolak pembangunan arteri susai rencana awal. kedua DPRD Sulbar menolak perubahan jalur yang melewati perkampungan. Ketiga Meminta agar pembangunan arteri dibangun berdasarkan jalur rencana awal di bibir pantai minimal 30 meter,”ucapnya.
“Pihak terkait agar menghentikan proses sosialisasi ke masyarakat, terkait pembangunan ke jalur pemukiman di Tambi dan kampung baru. Dan kelima apabila membangun mengarah jalur di bibir pantai dapat memperhatikan aktifitas masyarakat nelayan,” lanjutnya.
Sementara Kordinator Aksi Rizal mengatakan persoalan pembangunan Arteri ring road merupakan bentuk kriminalisasi Pemerintah kepada warga yang ada di Tambi dan Kampung Baru.
“Kami masyarakat ini bukan menola pembangunan arteri, Kami tegaskan itu. Tetapi masyarakat Tambi meminta agar pembangunan dikembalikan pada perencanaan awal dijalur pantai,” ucapnya.
Menurutnya, Pemerintah harus memiliki empati dan perhatian kepada masyarakat Tambi dan Kampung Baru, karena pembangunan tersebut akan banyak merugikan warga setempat.
“Kami tegas menolak, pembangunan jika melewati perkampungan warga, kami siap membela tanah kelahiran kami, kami juga tidak akan mundur,” ucapnya.
Ia mengaku, pihak balai telah beberapa kali melakukan sosialisasi terkait rencana pembangunan itu, namun ketika meminta dokumen terkait kajian mengapa harus melintasi pemukiman warga, itu sama sekali tidak pernah diperlihatkan.
Sehingga pihaknya mendesak pemerintah Provinsi dan kabupaten agar pembangunan jalan arteri, di kembalikan ke perencanaan awal, apabila itu tidak diindahkan warga akan tetap menolak.
Kepala Lingkungan Tambi M Ramli mengatakan bahwa penolakakan yang dilakukan jelas karena itu memasuki pemukiman warga.
Ia menyebutkan, pembangunan jalan arteri akan berdampak buruk bagi warga di perkampungan.
“Kami warga Tambi dan Kampung Baru sangat menolak pembangunan jalan arteri karena akan membelah perkampungan kami,” ucapnya.
Ia meminta agar pembangunan tetap dilakukan sesuai rencana awal di wilayah bibir pantai. Dengan pertimbangan jika dilakukan di bibir pantai. Itu harus memperhatikan keberdaan masyarakat nelayan yang ada.
Kami meminta agar pembangunan tetap di bibir pantai, karena kalau dibangun di pinggir pantai itu bisa multifungsi bisa menahan ombak, jadi tidak perlu lagi membangun tanggul, tetapi harus juga dipikir nelayan untuk Perahunya,” jelasnya.
Sementara dari Balai Pembangunan Jalan Nasional Wilayah Sulbar Ahmad, mengatakan pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai permintaan dari Pemerintah setempat.
“Kami hanya menjalankan fisik, lahan itu dari Provinsi, jadi seharusnya pemerintah Provinsi yang diundang,” kata Ahmad.
Rencana pembangunan itu juga menurutnya, berdasarkan usulan dari pemerintah provinsi melalui surat Gubernur nomor 1800/1569/IV/2021 pada 23 Juni 2022 tentang percepatan pembangunan jalan nasional di Sulbar.
“Yang mendesai dan mensurvei itu kita, tetapi atas permintaan provinsi Sulbar,” ujarnya.
Mengenai, soal AMDAL menurutnya itu tidak lagi menjadi acuan lantaran rencana pembangunan itu sudah memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) .
Ia pun mengaku, terkait penolakan yang dilakukan warga dirinya tidak menjamin apakah nanti akan diberhentikan atau tetap dilanjutkan.
“Saya tidak bisa mengatakan lanjut atau tidak tetapi itu tergantung Gubernur. Tapi kalau terus bergejolak pasti tertunda,”ungkapnya.
Sementara Kepala Dinas Perumahan Pemukiman, Provinsi Sulbar Syaharuddin mengaku tidak banyak mengetahui terkait pembangunan arteri tersebut. Ia hanya bertugas melakukan pembebasan lahan yang ada.
“Tidak ada keterlibatan Dinas Perkim, Perkim hanya bertugas melakukan pembayaran pembebasan lahan,” tandasnya.(ask/)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *