Tolak Tambang Pasir, DPRD Minta Waktu Untuk Mengkaji
MAMUJU , Sulbarpost.com — Ratusan warga dari dua Desa dari Kecamatan Kalukku yakni Desa Kalukku Barat dan Desa Beru-Beru, Kabupaten Mamuju, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Sulawesi Barat pada Rabu 2 Oktober 2024.
Ratusan Massa aksi dari Forum Masyarakat Nelayan Pesisir Desa Kalukku Barat dan Desa Beru-Beru ini bertujuan menolak rencana penambangan pasir oleh PT Jaya Pasir Andalan.
Masyarakat menuntut pencabutan izin tambang pasir di sepanjang sungai dan pesisir di wilayah mereka.
Mereka menilai bahwa penerbitan izin tersebut cacat prosedural dan berpotensi merusak lingkungan serta mengancam mata pencaharian nelayan setempat.
“Tambang ini tidak hanya mengancam lingkungan, tapi juga sumber penghidupan nelayan kami.
Proses penerbitan izinnya pun penuh masalah, tidak melibatkan masyarakat dalam penyusunan Amdal,” ungkap salah satu perwakilan demonstran, Abdul Hamid.
Forum Masyarakat Nelayan Pesisir dibentuk pada Desember 2023 sebagai respons terhadap rencana tambang pasir yang sudah dibahas sejak November tahun lalu.
Warga dari 17 dusun di kedua desa, yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, khawatir tambang ini akan memicu abrasi dan mempersempit wilayah tangkapan ikan mereka.
Sebelum aksi ini, warga telah melakukan berbagai upaya persuasif. Mereka mengirimkan surat penolakan kepada pemerintah setempat dan membuat petisi, namun tidak ada tanggapan yang memuaskan dari pihak berwenang maupun perusahaan tambang.
Salah satu alasan utama penolakan warga adalah ancaman terhadap ekosistem mangrove yang berfungsi mencegah abrasi. Jika penambangan pasir ini terus berjalan, warga khawatir abrasi dan banjir akan semakin sering terjadi di kawasan pesisir mereka.
Selain dampak lingkungan, warga juga menyoroti cacatnya proses penerbitan izin tambang.
Warga Desa Kalukku Barat dan Beru-Beru mengklaim bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan Amdal, padahal sesuai UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, keterlibatan masyarakat terdampak adalah hal wajib.
Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa masyarakat yang terdampak harus dilibatkan secara transparan dalam penyusunan Amdal. Namun, kenyataannya, izin tambang pasir ini dikeluarkan tanpa melibatkan warga, bahkan tanpa sosialisasi yang memadai,” katanya.
Atas dasar tersebut, warga menuntut pencabutan izin PT Jaya Pasir Andalan dan menolak segala bentuk aktivitas penambangan pasir di wilayah mereka. Forum Masyarakat Nelayan Pesisir menegaskan bahwa aksi ini akan terus berlanjut sampai tuntutan mereka dipenuhi.
“Ini bukan hanya soal nelayan, ini soal masa depan lingkungan kami,” tegas Hamid.
Mereka bertekad untuk terus memperjuangkan hak mereka atas lingkungan yang sehat dan penghidupan yang layak.
Aksi demonstrasi ini adalah puncak dari perjuangan panjang warga Desa Kalukku Barat dan Beru-Beru untuk menjaga kelestarian alam mereka dan melindungi mata pencaharian mereka yang sebagian besar bergantung pada hasil laut.
Lima anggota DPRD Sulbar dapil Mamuju yang menemui massa aksi dan menggelar RDP dengan massa aksi. Mereka adalah Munandar Wijaya (PAN), Sulfakri Sultan (Gerindra), M. Khalil Gibran (Golkar), Yudiaman Firusdi (Nasdem) dan Firman Argo Waskito (Demokrat). Kelimanya hadir dan mendengarkan seluruh aspirasi warga hingga aksi unjuk rasa selesai.
Seluruh Dewan bersepakat bakal mengkaji lebih detail persoalan yang dihadapi warga di Desa Beru-Beru dan Kalukku Barat, yang menolak kehadiran PT Jaya Pasir Andalan selaku perusahaan yang telah mengantongi izin tambang pasir di wilayah tersebut.
Wakil Ketua Sementara DPRD Sulbar, Munandar Wijaya meminta agar warga memberikan waktu kepada DPRD Sulbar untuk mengkaji persoalan ini secara objektif.
Ia juga meminta agar tidak ada aktivitas PT Jaya Pasir Andalan dan warga tidak melakukan upaya lain hingga ada keputusan final.
“DPRD Sulbar secara kelembagaan juga akan memanggil PT Jaya Pasir Andalan, termasuk mengunjungi lokasi tambang. Kami meminta waktu maksimal tiga pekan untuk sikap DPRD Sulbar secara kelembagaan. Kami akan mengkaji seluruhnya,” kata Munandar.
“Berikan kami waktu sekitar 2 sampai 3 Minggu untuk memanggil pihak perusahaan dan instansi terkait terkait tambang ini,” ujarnya.
Anggota DPRD Sulbar, Khalil Gibran mempertanyakan apakah ketika izin PT Jaya Pasir Andalan cacat prosedur, izin itu bisa dicabut atau tidak. Pertanyaan itu dilontarkan ketika warga menuding proses perizinan yang dilakukan cacat moral.
“Kalau ini cacat prosedur, bagaimana caranya dibatalkan? Sehingga kalau ada fakta-fakta administrasi yang menyatakan izin ini keluar, saya minta diserahkan dan saya akan pelajari. Saya yakin tidak ada berkas yang sempurna,” ungkap dia.(Ip/**)